Beranda Artikel Hakikat Ilmu dalam Kitab Ta’limul Mutaa’allim

Hakikat Ilmu dalam Kitab Ta’limul Mutaa’allim

62
0
Hakikat Ilmu dalam Kitab Ta'limul Muta'alim
Hakikat Ilmu dalam Kitab Ta'limul Muta'alim

pptialfalah.id – Hakikat ilmu adalah keadaan yang memungkinkan pribadi manusia untuk menyingkap suatu objek. Dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW bersabda: “Menuntut ilmu wajib bagi semua muslim laki-laki maupun perempuan”. Hadist tersebut jangan sampai kita salah artikan, artinya semua orang muslim tidak wajib untuk mempelajari semua jenis ilmu, tetapi yang utama ialah mempelajari ilmu hal. Ilmu hal ialah ilmu yang wajib kita pelajari saat ini. Mudahnya, sebagai umat Islam menunaikan ibadah shalat ialah perbuatan yang wajib, maka mempelajari ilmu tentang shalat hukumnya wajib. Sebab segala sesuatu yang menjadi perantara untuk melakukan sebuah kewajiban maka hal tersebut juga menjadi wajib.

Ilmu Wajib ialah Ilmu Hal

Contoh ilmu hal yang lainnya ialah ilmu tentang ketauhidan dan ilmu fiqh. Hakikat ilmu yang demikianlah yang menjadikan perantara antara ilmu hal dengan society 5.0. Umat Islam tidak boleh tertinggal dengan umat agama lain. Sejak zaman dahulu banyak tokoh-tokoh yang menginspirasi agar kita menjadi kaum yang unggul. Seperti Al Khawarizmi ilmuan di bidang matematika, Ibnu Khaldun ilmuan di bidang sejarah dan ekonomi, Ibnu Sina ilmuan di bidang kesehatan dan kedokteran, dsb. Dalam sebuah syair menyebutkan

“Belajarlah! Sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya ** Dan sumber keutamaan, serta pertanda bagi segala hal yang dipuji.”

Bagi golongan intelektual, terlebih lagi memasuki era society 5.0 pendidikan dengan hasil sebuah gelar sangat dijunjung. Namun, tak sedikit dari mereka yang keilmuan di bidang agamanya masih kurang. Hubungan seorang hamba dengan Tuhannya pun masih memprihatinkan, contoh konkritnya dalam hal shalat, thaharah, dan ibadah wajib lainnya ilmu yang dimiliki masih begitu minim. Akan tetapi, mereka malah menekuni displin ilmu yang lain.

Cara Memilih Ilmu

Syarh ta’limul mutaa’allim menyebutkan bahwasanya tidak boleh seseorang mempelajari keilmuan lain sedangkan ilmu fardhu ‘ain (kewajiban yang hanya bisa gugur jika dilakukan sendiri) belum dipelajari secara sempurna. Maka, ini menjadi pekerjaan rumah bagi pendidikan saat ini karena banyak kaum intelek tetapi mereka menyalahgunakan keilmuan mereka untuk hal yang tidak dikehendaki oleh Allah SWT. Hal lumrah yang ditemui kini ialah koruptor ada di mana-mana, mengapa demikian? Karena mereka mendapatkan ilmu umum tanpa dibarengi dengan ilmu agama. Sehingga mereka cenderung menemukan jalan yang salah untuk mewujudkan kemanfaatan dari ilmu yang mereka peroleh.

Menurut Syekh az-Zarnuji belajar itu bernilai ibadah dan mengantarkan seseorang kepada kebahagiaan duniawi-ukhrawi. Sehingga belajar haruslah diniatkan untuk mendapatkan ridho Allah SWT. Kepayahan-kepayahan yang dilakukan oleh pembelajar hanya akan sia-sia dan tidak ada nilainya jika difokuskan untuk mengejar kesenangan dan kepentingan duniawi saja seperti, mengejar pujian dari hamba, mendapatkan kedudukan dan pangkat. Semua itu pencapaian yang sifatnya fana atau tidak kekal. Oleh karena itu, sia-sia dan sangat disayangkan jika belajar hanya diniatkan untuk mendapatkan pencapaian dunia semata. Maka, menuntut ilmu dengan memperhatikan keutamaan dari niat perlu diterapkan pada pembelajar saat ini.

Konsep Hadist Innamal A’maalu Binniyat

Dalam sebuah hadist yang sudah masyhur, siapa yang tidak mengetahui hadist innamal a’maalu binniyat. Hadist yang sudah diketahui ke-shahih-annya, yang artinya semua perbuatan tergantung niatnya. Mudahnya, tidur yang awalnya kegiatan yang tidak ada artinya jika diniati untuk hal yang baik maka akan bernilai pahala. Contohnya ialah seseorang melakukan tidur siang, sebelum tidur ia berniat jika ia tidur untuk men-charge­ energinya untuk belajar di malam harinya. Maka tidur tersebut menjadi sebuah pahala dan amalan akhirat. Redaksi lain mengatakan, belum dikatakan sebagai niat jika seseorang tersebut hanya melafalkannya dalam hati tetapi tidak melakukan apa yang sudah ia niatkan. Contohnya saya berniat makan lillahi ta’ala. Akan tetapi, saya tidak melakukan kegiatan makan tersebut. Niat itu terlepasnya kata hati, ucapan lisan dan ungkapan sebuah pemikiran yang diakhiri dengan diwujudkannya kegiatan yang ia niatkan tadi.

Niat di Waktu Belajar

Seperti tersebut di atas, niat dalam belajar itu perlu. Mengapa demikian sebagai seorang umat Islam kita hanya boleh menggantungkan segala sesuatunya kepada Allah semata. Sehingga dalam belajar pun harus yang utama dan paling utama ialah berniat untuk mendapatkan ridho dari Allah bukan untuk hal-hal yang lain. Menjadi orang yang intelek namun tidak memiliki sopan santun tidak ada artinya terlebih di mata Allah SWT.

Pengarang kitab ta’limul mutaa’allim menyadari jika para pembelajar sudah bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, tetapi banyak dari mereka yang tidak mampu merasakan keberkahan dan kemanfaatan dari ilmu yang mereka peroleh. Cara menuntut ilmu dan syarat-syarat menuntut ilmu yang mereka tinggalkan menyebabkan tidak manfaatnya sebuah ilmu. Oleh karena itu, mengkaji adab dalam menuntut ilmu, memilih guru, serta memuliakan ilmu menjadi wajib.

Pada akhirnya ada sebuah pepatah mengatakan buah dari ilmu ialah pengamalan dari ilmu tersebut. Jika ilmu yang diperoleh tidak bermanfaat maka tidak ada gunanya kepayahan-kepayahan yang mereka lakukan selama mengkaji sebuah ilmu.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini