Beranda Artikel Santri sebagai Agent of Change: dari Ruang Belajar ke Dunia Luar

Santri sebagai Agent of Change: dari Ruang Belajar ke Dunia Luar

40
0
Santri sebagai Agent of Change: dari Ruang Belajar ke Dunia Luar
Santri sebagai Agent of Change: dari Ruang Belajar ke Dunia Luar

Pptialfalah.id – Sebelum membahas apa itu agent of change, kita harus berkenalan dulu dengan kata santri. siapa sih sebenarnya mereka? Kenapa disebut sebagai pembawa perubahan?

Siapa itu Santri?

Santri, umumya merupakan sebutan bagi seseorang yang belajar ilmu agama, tauhid, fikih, tasawuf, dan akhlak di pesantren serta tinggal di sana hingga masa pendidikannya selesai, dan sebagian dari mereka akan mengabdi kepada pesantren dengan menjadi pengurus atau pengajar. Kata santri jika dilihat dari segi bahasa berarti kitab suci, pengetahuan dan agama.

Ada juga yang berpendapat jika santri merupakan serapan dari bahasa sansakerta ‘cantrik’ yang berarti pembantu resi, yang mendapat upah berupa ilmu pengetahuan. Dalam KBBI, santri berarti orang yang mendalami ilmu agama Islam atau orang yang beribadah dengan bersungguh-sungguh.

Sedangkan menurut Gus Mus, santri adalah seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kasih sayang kepada sesama manusia, yang mencintai ilmu dan tidak pernah berhenti belajar dan menganggap bahwa agama sebagai anugerah dan sarana mendapatkan ridho Tuhannya. Ringkasnya, santri adalah mereka yang belajar mendalami agama Islam kepada gurunya.

Santri tak pernah terlepas dari kesan pesantren yang merupakan tempat tinggal sementara bagi mereka ketika menuntut ilmu, meskipun tidak semua santri menetap di pesantren. Ketika berada di pesantren itulah, jiwa mereka tertempa sehingga dapat menjadi insan yang unggul baik dalam segi mentalitas, kreativitas, kualitas berpikir maupun pengendalian diri.

Di pesantren mereka telah terbiasa untuk hidup dalam keberagaman, kebersamaan dan kesederhanaan. Tak jarang, mereka ‘dipaksa’ untuk mampu menyelesaikan masalah yang ada di tengah keterbatasan. Sehingga santri juga terkenal dengan kemampuan menyelesaikan masalah (problem solving).

Kemampuan problem solving ini terbentuk dari keadaan-keadaan tertentu yang membuat kreativitas mereka diuji. Seperti ketika mereka harus mencari cara agar bisa melakukan tugas-tugas dengan baik.

Sementara itu mereka juga harus melakukan kegiatan sehari-hari seperti piket atau mencuci, maka mereka harus mencari waktu dan memastikan kalau semua dapat terselesaikan dengan maksimal. Hal inilah yang juga yang membuat santri mendapat sebutan sebagai agent of change.

Sebagai Agent of Change

Lantas apa yang dimaksud dengan ungkapan agent of change yang saat ini akrab dengan kehidupan kita. Agent of change, merupakan kata dalam bahasa inggris yang berarti agen pembawa perubahan (ke arah yang lebih baik).

Menurut para ahli, pengertian agent of change adalah seseorang atau individu yang memiliki tugas untuk dapat memberikan perubahan kepada masyarakat dan lingkungan sekitar.

Agent of change adalah bentuk lain dari orang yang berpengaruh dan mampu mempengaruhi sikap orang lain untuk menerima suatu inovasi. Pembaharuan tersebut dapat terjadi apabila ada inovasi, baik yang berupa penemuan baru atau perubahan dari penemuan yang sudah ada.

Seorang agent of change tidak terbentuk dari kualitas rata-rata orang pada umumnya, melainkan mereka harus memiliki kemampuan yang dapat menunjang perannya sebagai pembawa perubahan. Seperti fleksibilitas, kreativitas, pengetahuan luas, tanggung jawab, kepemimpinan yang tinggi, serta kemampuan untuk melihat peluang yang ada.

Seorang agent of change adalah aset bagi lingkungan atau badan yang memilikinya  karena kemampuannya dalam menangani suatu masalah. Sosok mereka juga dipercaya akan memiliki jenjang karir atau jejak langkah yang cemerlang.

Hal ini karena anggapan bahwa santri memiliki visi dan cara pandang yang berbeda dari kebanyakan orang dalam melihat sesuatu. Mereka merupakan suatu harapan untuk mewujudkan generasi yang bermartabat.

Sebagai Pembawa Perubahan

Maka dari itu, seorang santri harus mampu menjadi bagian dari jajaran para pembawa perubahan tersebut. Santri harus bisa mengubah stigma yang menempel padanya bahwa pesantren itu kuno, terbelakang, dan tidak update terhadap kemajuan teknologi. Anggapan bahwa mereka hanya mengerti tentang ilmu alat, kitab kuning, sorogan dan selalu bersarung ke mana-mana harus berubah.

Saat ini telah banyak pesantren yang terbuka terhadap perubahan dan perkembangan zaman. Mereka menyadari bahwa berkembang dan menerima pembaharuan itu perlu. Karena untuk menuju kehidupan selanjutnya, manusia harus bisa menaklukkan dunia, dan untuk menaklukkan dunia manusia memerlukan ilmu dunia.

Hal ini tentu mendapat perhatian dari para pengasuh di pesantren sehingga memberikan fasilitas bagi santrinya untuk melek terhadap teknologi. Tujuannya agar para santri tidak hanya belajar mengenai ilmu-ilmu khas pesantren, tetapi juga belajar ilmu-ilmu umum seperti geografi, matematika, multimedia dan sebagainya.

Dengan demikian mereka tidak hanya pandai dalam masalah ilmu agama, tauhid, fikih, tasawuf, dan akhlak saja. Melainkan juga melek informasi dan teknologi sehingga mampu mengimbangi perkembangan zaman yang sangat cepat ini.

Awali dari Diri Sendiri

Jenjang menjadi agent of change bisa berawal dari diri santri sendiri. Karena mentalitas dan kebiasaan baik tentu tidak bisa melekat secara instan, melainkan hasil dari perjuangan dan konsistensi dalam kurun waktu yang lama. Sehingga ketekunan belajar saat di pesantren akan membawa pengaruh yang sangat besar.

Mulai dari bertanggungjawab terhadap diri sendiri, disiplin dalam melaksanakan kewajiban, menaati segala peraturan yang berlaku.

Santri juga harus mampu memanfaatkan fasilitas yang ada untuk terus belajar dan mengembangkan diri. Dan terbentuklah  kebiasaan-kebiasaan positif yang menunjang dirinya, selain itu juga dapat menginspirasi dan merangkul lingkungannya untuk berubah ke arah yang lebih baik.

Belajar berani berbicara serta ngemong teman-temannya juga merupakan simulasi dari kehidupan nyata yang kelak harus mereka hadapi. Kebiasaan itu akan mengikutinya dan menjadi bekal untuknya ketika suda turun ke masyarakat yang sebenarnya. Sehingga santri sudah tidak terkejut lagi ketika terjun ke lapangan di mana ia harus bisa mengamalkan apa yang telah ia dapat ketika masih di pesantren.

Pada abad ke-21 ini seorang santri harus mampu melihat peluang yang ada, untuk kemudian memanfaatkannya menggunakan persepsi kesantrian. Ia juga harus bisa merasakan hal apa yang saat ini masyarakat perlukan, serta mampu menyelesaikan masalah tersebut.

Termasuk dalam menyikapi perbedaan, seorang agent of change harus menyadari bahwa perbedaan merupakan sesuatu yang selalu ada. Sehingga ia harus bisa berpikir secara moderat  tanpa keluar dari syariat. Menyadari bahwa Islam adalah agama rahmatan lil alamin dan tidak memberatkan pemeluknya.

Pembawa perubahan tentunya memahami bahwa dengan kemajemukan yang ada. Seseorang bisa dengan mudah terjerumus dalam lingkaran salah-menyalahkan dengan mencari pembenaran sendiri- sendiri.

Santri juga harus bisa menyadari, bahwa konsep Islam damai dapat terealisasi ketika masyarakat memiliki pikiran terbuka terhadap perbedaan. Sehingga mereka tahu bahwa perbedaan itu nyata dan merupakan sebuah keniscayaan. Perbedaan bukan penghalang untuk bersatu dan berkembang, melainkan bisa menjadi batu loncatan yang dapat mewujudkan cita-citanya.

Selalu Upgrade pada Informasi Terkini

Santri juga perlu menguasai teknologi agar bisa selalu meng-upgrade diri terhadap isu-isu terkini sehingga tidak tertinggal terhadap mobilitas informasi yang sangat cepat. Kemampuan mengolah informasi, memilah mana yang baik dan yang buruk menjadi senjata yang sangat ampuh dalam era kemajuan teknologi yang sangat pesat ini.

Maka dari itu, santri harus memiliki kecerdasan  dan kebijaksanaan dalam menyikapi segala sesuatu yang ada di depannya. Sehingga segala keputusan yang ia ambil telah melalui pertimbangan dalam banyak aspek.

Akhirnya, seorang santri yang memiliki sanad keilmuan yang jelas akan memiliki pemahaman agama yang baik. Mereka juga dapat mengikuti perkembangan zaman akan mampu bertahan di tengah persaingan ketat yang ada. Hal itu berkat ridho gurunya, serta visinya yang selalu mengikutsertakan Allah dalam setiap langkah.

Karena itulah, ia sudah memiliki bekal yang cukup untuk menjalani masa pengabdian terlamanya di masyarakat. Sehingga kegagalan-kegagalan dan rintangan yang menghadang akan mampu ia libas dengan lapang dada dan ikhlas. Karena ia sadar bahwa perjuangan tidak pernah berlalu dengan mudah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini