Beranda Artikel Aku Hidup dan Mati dalam Keadaan Mencintaimu

Aku Hidup dan Mati dalam Keadaan Mencintaimu

828
1

Rindu yang tidak diimplementasikan dengan baik akan mengurangi keutuhan cinta. Pada hakikatnya, pecinta akan senantiasa merindukan sosok yang dicintainya sehingga menimbulkan rasa ketergantungan dan penyesuaian baik sifat, perilaku, maupun karakter terhadap seorang yang dicintainya. Oleh karena itu, menaruh perasaan cinta kepada sosok yang tepat adalah salah satu bekal kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia hingga di akhirat nanti.

Sebagai umat islam kita tentunya menjadikan Nabi Muhammad sebagai figur utama dalam kehidupan sehari-hari. Sang baginda, junjungan dan pemimpin makhluk di seluruh alam, serta sebaik-baik ciptaan. Rasulullah Muhammad terlalu agung dan mulia untuk dapat kita gambarkan dalam kehidupan di akhir zaman ini.

Rasulullah merupakan Al Qur’an berjalan, karena setiap ucapan dan lakunya mengacu pada Al Qur’an. Sebaik-baiknya pesona dari dalam batinnya ataupun wujud jasadnya, kekhususan beliau yang selalu memperhatikan keadaan umatnya, serta kasih sayang beliau kepada umatnya yang begitu besar hingga nabi tidak ingin umatnya merasa susah baik di dunia ataupun di akhirat. Karena itulah nabi terakhir sekaligus pemimpin dari nabi sebelumnya dapat memberikan pertolongan di hari kiamat nanti. Begitu besarnya cinta beliau kepada umatnya, apakah kita sudah pantas menjadi umat yang dicintai nabi dan mendapatkan syafaatnya?

Satu-satunya nabi yang masih mencintai kita padahal begitu hinanya kita di hadapan beliau adalah Nabi Muhammad. Perasaan rindu dan cinta kepada beliau harus tertanam dalam diri kita, sebagai sarana ta’alluq (keterkaitan) kita kepada beliau. Ta’alluq tersebut akan senantiasa bertautan ketika satu dengan yang lainnya saling merindukan, seperti seorang guru yang memiliki itikad mentransfer ilmunya melalui proses pembelajaran. Sebagai seorang santri tentunya kita harus sungguh-sungguh dan memperhatikan dengan baik apabila ingin mendapatkan ilmu tersebut. Begitu juga ta’aluq kita kepada Sang banginda, tentunya usaha dan pengorbanan yang kita lakukan harus lebih besar, agar mendapatkan hasil yang kita inginkan.

Hasil atau buah dari ta’alluq kepada Sang Rasul merupakan perkara yang tidak bisa kita gambarkan di dunia. Pertolongan atau syafaat adalah anugerah terbesar yang kita nanti-nantikan di yaumul qiyamah. Tidak hanya itu, kenikmatan atau buah dari mencintai nabi dapat kita rasakan di dunia ini. Seperti dalam kitab Risalah fi Ta’aluq, Syaikh Rosid Ar Rosid At Tadafi mengatakan “musyahadah atau melihat sosok beliau lebih utama dari masuk surga, karena dalam surga sendiri kita belum tentu mendapatkan kenikmatan yang seperti itu.”

Level kenikmatan satu orang dengan yang lainnya tentu berbeda. Selain usaha dari diri kita sendiri, rahmat dari Allah Swt. adalah faktor paling memengaruhi kedekatan kita kepada baginda. Itikad atau usaha yang dapat kita lakukan diantaranya adalah :

Mencontoh dan mempraktikkan pola kehidupan Rasullah dalam kehidupan kita sehari hari.

Walupun hanya sebagian kecil dari kesempurnaan pola kehidupan nabi yang dapat kita praktikkan di zaman akhir seperti ini.

Membayangkan wujud mulia beliau dalam pikiran kita.

Wujud kesempurnaan sebaik-baiknya ciptaan dari sifat, perilaku dan karakternya, ataupun pesona dzahiriyah dalam wujud anggota tubuh beliau.

Bersalawat kepadanya.

Yang membedakan Nabi Muhammad dengan nabi sebelumnya adalah salawat. Bukan berarti nabi membutuhkan doa kita, akan tetapi doa dan kebaikan tersebut akan kembali kepada kita.

Serta beraneka ragam cara yang dapat kita lakukan sebagai usaha mahabah (cinta) kepada sang rasul. Hal terpenting dari itu semua adalah konsisten dalam melakukannya serta anugerah dari Allah Swt yang menghantarkan kita dapat ta’aluq kepada baginda rasul Muhammad saw. Semoga kita semua menjadi umat yang dicintai nabi dan mencintai nabi serta mendapatkan anugerah baik di dunia maupun di akhirat nanti.

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini