Salah satu tradisi yang identik dengan bulan Ramadan adalah ngabuburit. Biasanya ngabuburit dilakukan pada sore hari sambil menunggu azan maghrib untuk berbuka puasa.
Kata ngabuburit sendiri ternyata berasal dari bahasa Sunda. Menurut Kamus Bahasa Sunda terbitan Lembaga dan Sastra Sunda (LBSS), ngabuburit berasal dari kalimat ngalantung ngadagoan burit atau bersantai sambil menunggu waktu sore. Meski berasal dari bahasa Sunda, kata ngabuburit juga sudah masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Menurut KBBI, ngabuburit artinya menunggu azan magrib menjelang berbuka puasa pada waktu bulan Ramadan.
Masyarakat Indonesia sendiri biasanya mengisi ngabuburit dengan jalan-jalan sore, berburu takjil, menonton film, tadarus Al-Qur’an dan lain-lain. Namun berbeda dengan santri, mereka mengisi kegiatan ngabuburit dengan mengaji. Selama Ramadan, santri PPTI Al Falah Salatiga mengisi kegiatan ngabuburit dengan mengkaji kitab kuning. Mulai dari setelah zuhur kemudian lanjut lagi setelah asar sambil menunggu azan maghrib. Walaupun mengkaji kitab memang kegiatan rutin di pondok pesantren, tetapi pada bulan Ramadan pengajian kitab kuning ini lebih intensif lagi. Tentunya banyak kitab khusus yang hanya dikaji saat bulan Ramadan saja.
Banyak sekali manfaat ketika kegiatan ngabuburit kita isi dengan mengaji, antara lain, melatih disiplin diri, menghindari dari hal-hal negatif, menambah pengetahuan, dan lain sebagainya. Setelah selesai mengaji, para santri berbondong-bondong untuk mengambil nasi. Selain mengkaji kitab kuning, ngabuburit ala santri PPTI Al Falah yaitu membeli jajanan di depan pondok, mengambil takjil, tadarus Al-Qur’an, dan lain-lain.