Beranda Opini Istilah Menahnukan Ana dalam Berorganisasi di Pondok Pesantren

Istilah Menahnukan Ana dalam Berorganisasi di Pondok Pesantren

29
0
menahnukan ana
menahnukan ana

Pptialfalah.id – Pernah dengar tentang istilah Menahnukan Ana? Mungkin sebagian dari kita tidak asing dengan susunan kata tersebut. Istilah Menahnukan Ana berasal dari dua kata berbahasa arab, yakni nahnu yang berarti kita, dan ana yang berarti aku.

Dengan demikian, Menahnukan Ana kurang lebih dalam bahasa Indonesia bermakna mengkitakan aku. Jika didefinisikan lebih lanjut, Menahnukan Ana adalah menganggap pekerjaan seseorang sebagai pekerjaan kelompok atau organisasi.

Misalnya, ketika Andi membuat feed Instagram yang bagus di akun organisasinya, maka yang akan dinilai bagus adalah organisasinya. Begitu juga sebaliknya ketika Andi membuat feed Instagram yang kurang bagus. Maka organisasinya juga dinilai kurang bagus.

Melalui contoh tersebut, dapat dikatakan juga bahwa Menahnukan Ana  merupakan suatu kondisi yang membawa nama baik kelompok atau organisasi kepada setiap orang yang bernaung di dalamnya.

Bagi sebagian orang, hal ini terasa berat untuk diterima. Ada yang merasa tidak mampu, bahkan ada juga anggapan bahwa organisasi adalah kegiatan yang membuang-buang waktu.

Padahal banyak sekali nilai dan pengalaman yang kita dapat ketika Berorganisasi. Hal ini diperoleh melalui berbagai tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh seluruh anggota.

Adapun untuk menjalani kehidupan dalam suatu organisasi, kita perlu mempelajari yang namanya etika berorganisasi. Etika berorganisasi adalah prinsip moral dan nilai-nilai yang mengatur sikap, perilaku, dan interaksi setiap orang dalam sebuah organisasi.

Delapan Aspek Utama dalam Etika Berorganisasi

Etika ini penting untuk menciptakan suasana yang harmonis, produktif, dan berintegritas. Mengutip dari buku Etika dan Kepemimpinan Organisasi karya John C. Maxwell dan Peter Northouse menjelaskan terkait beberapa aspek utama dalam etika berorganisasi :

Pertama, tanggung jawab, setiap anggota bertanggung jawab atas tugas dan peran yang diberikan serta memahami dampak dari setiap tindakannya terhadap organisasi dan anggotanya.

Kedua, komitmen, menjaga komitmen terhadap organisasi, baik dalam hal kehadiran, konsistensi kerja, maupun ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas.

Ketiga, integritas, berperilaku jujur dalam setiap tindakan dan tidak melakukan hal yang dapat merugikan organisasi, seperti manipulasi data, korupsi, atau konflik kepentingan.

Keempat, kerjasama, mendukung dan bekerja sama dengan anggota lain, saling membantu, dan tidak mementingkan diri sendiri.

Kelima, transparansi, keterbukaan informasi dalam berorganisasi, terutama dalam pengambilan keputusan dan alur komunikasi.

Keenam, menghormati sesama anggota, menghargai ide, pendapat, dan kontribusi setiap anggota, serta menghindari diskriminasi atau perlakuan tidak adil.

Disiplin

Ketujuh, disiplin, mematuhi peraturan yang berlaku dalam organisasi termasuk waktu kerja, tata tertib, dan aturan lain yang sudah disepakati bersama.

Kedelapan, aktif dan sopan santun, berinisiatif dalam tugas dan menjaga kesopanan dalam komunikasi dengan sesama anggota.

Dari delapan nilai tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa suatu organisasi akan menjadi tempat bernaung yang nyaman, solid, dan berkualitas ketika setiap anggotanya paham dan mau menerapkan etika berorganisasi.

Sehingga istilah Menahnukan Ana bukanlah hal yang berat untuk diemban, karena tugas dan tujuan suatu organisasi menjadi tanggung jawab kelompok bukan perorangan. []

Namun, ada satu hal lagi yang perlu kita perhatikan dalam berorganisasi yaitu pembagian tugas pokok dan fungsi (Tupoksi). Tanpa adanya hal ini, setiap anggota dari suatu organisasi akan kebingungan mengenai apa yang akan mereka lakukan dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam pelaksanaannya, perlu adanya sistem meritokrasi ketika melakukan pembagian tugas.

Meritokrasi adalah suatu sistem yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk menjadi pemimpin maupun suatu posisi berdasarkan prestasi, kemampuan, dan pengalaman.

Sehingga, dengan adanya pembagian tugas menggunakan sistem seperti ini, tidak akan ada anggota yang merasa tidak nyaman ketika melaksanakan tugasnya. Dengan demikian, tujuan dari adanya organisasi akan mudah tercapai.

Penyebab Belum Menerapkan Konsep Menahnukan Ana

Selanjutnya, ketika menelisik organisasi kepengurusan pesantren, masih banyak yang belum menerapkan istilah Menahnukan Ana dalam kepengurusannya. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan kemungkinan hal ini terjadi adalah :

Pertama, penggunaan sistem aristokrasi yakni kebalikan dari sistem meritokrasi. Di mana banyak dari anggotanya yang menjadi pengurus tidak atau kurang berkompeten untuk mengisi suatu devisi.

Kedua, sudah menggunakan sistem meritokrasi, namun ada sebagian anggota yang kurang memahami etika berorganisasi bahkan tidak tahu, tidak mau tahu, dan harus tahu.

Ketiga, lunturnya beberapa nilai kepesantrenan seperti kesadaran pentingnya ngaji, berjamaah, dan mutholaah. Sehingga berdampak pada lemahnya kesadaran anggota pengurus untuk menjalankan tugas semestinya.

Mungkin untuk menerapkan istilah Menahnukan Ana dalam berorganisasi di pondok pesantren, langkah pertama yang efektif adalah dengan menanamkan kembali nilai-nilai kepesantrenan.

Ketika setiap santri dapat memegang teguh prinsip dan nilai kepesantrenan, niscaya mereka akan belajar Menahnukan Ana dalam kepengurusannya. Hal ini mungkin terjadi meskipun dalam penunjukannya menggunakan sistem aristokrasi.

Adapun kesimpulannya, tulisan ini membahas tentang istilah Menahnukan Ana sebagai sikap yang seluruh anggota suatu organisasi butuhkan. Tentunya dengan menerapkan aspek-aspek utama etika berorganisasi seperti tanggung jawab, komitmen, integritas, dan lainnya. []

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini