Pptialfalah.id – Fear of Missing Out, atau biasa kita kenal dengan FOMO adalah istilah dari rasa takut ketinggalan tren. McGinnis dalam artikelnya di The Harbus menyebutkan bahwa fomo adalah gejala emosi pada anak muda yang takut ketinggalan tren tertentu. Istilah fomo pertama kali diperkenalkan tahun 2004, namun baru viral di Indonesia beberapa tahun terakhir. Istilah ini merujuk pada perilaku sosial mahasiswa Harvard yang kesulitan membuat rencana hidup dengan matang, sehingga keputusan yang mereka ambil cenderung impulsif dan ikut-ikutan.
Kondisi ini dapat memicu kecanduan terhadap penggunaan internet, terutama media sosial. Hal ini disebabkan karena seseorang ingin selalu terhubung dengan tren, sehingga selalu memeriksa update terbaru agar tidak merasa ketinggalan.
Fomo bahaya nggak yaa?
Sebenarnya, fomo termasuk dalam gangguan psikologis ringan yang tidak berbahaya. Namun, ketika hal tersebut sampai menimbulkan kecemasan, stres, rasa tidak puas pada diri sendiri, mengganggu produktivitas, memicu perilaku negatif, dan menimbulkan penurunan kualitas hidup, maka disarankan untuk mencari bantuan profesional (dalam hal ini bisa konselor/psikolog).
Tips agar tidak terjerumus fomo
Sebagai Gen Z, kita tidak bisa terlepas dari internet. Bahkan seringkali waktu kita untuk beribadah lebih sedikit ketimbang waktu screen time dengan gawai kesayangan. Berikut beberapa tips untuk menghindari fomo, terutama di bulan ramadan yang berkah ini supaya lebih fokus dalam beribadah:
- Detoks Media Sosial
Detoks media sosial bukan berarti kamu harus off medsos lho yaa. Tapi lebih ke pengendalian online atau penjadwalan waktu scrolling khususnya di bulan ramadan ini. Kamu bisa atur waktunya menggunakan fitur digital wellbeing atau kontrol orang tua yang sudah tersedia di kebanyakan gawai kita.
- Tetapkan tujuan ramadanmu
Selama ramadan kamu harus punya tujuan agar kegiatanmu lebih terpeta. Alihkan fokusmu dari hype tren di medsos ke tujuan positif yang ingin kamu capai, baik secara spiritual, emosional, maupun sosial. Tapi, tidak apa-apa kalau fomo ke hal-hal baik seperti mengkhatamkan al quran lima kali.
- Bijak menggunakan internet
Penggunaan internet harus dalam ranah yang positif, entah menonton konten edukasi atau berbagi konten inspiratif lainnya. Hindari menonton konten flexing yang tidak bermanfaat. Dan meskipun banyak berita tidak baik yang bertebaran, kita harus menjaga agar jari, otak dan hati kita tidak berbuat sesuatu yang buruk. Alih-alih bersuuzan, lebih baik crosscheck kebenaran beritanya dengan literasi yang baik.
- Aktif dalam kegiatan komunitas
Aktif di kegiatan komunitas adalah cara yang baik untuk membangun hubungan sosial yang nyata, serta terhubung secara real-time dengan orang lain. Hal ini dapat mengurangi kecemasan dan perasaan tertinggal. Sebagai santri yang tinggal di pondok, kita bisa memanfaatkan padatnya jadwal mengaji pasan dan macam-macam piketnya untuk aktif dalam kegiatan pondok pesantren.
Tapi, fomo ada baiknya juga lhoo!
Fomo bisa berdampak positif ketika diarahkan dan diolah dengan bijak serta tidak berlebihan. Contoh yang relate adalah anak-anak muda menjadi lebih peduli dengan isu kemanusiaan yang ada. Pada kasus genosida di Palestina contohnya, Gen Z adalah pelopor kebanyakan aksi peduli Palestina. Dan berkat ke-fomo-an mereka, isu tersebut tersebar luas ke seluruh dunia sehingga berdampak positif bagi saudara-saudara kita di Palestina.
Lalu dengan banyaknya berita politik dan kemanusiaan di Indonesia akhir-akhir ini, membuat generasi muda lebih melek politik dan mau memperjuangkan hak yang belum terpenuhi oleh pihak-pihak terkait.
Sekali lagi, fomo bergantung pada individu yang melakukannya. Dampak baik hanya bisa tercapai ketika pengolahannya juga baik. Jadi, mari manfaatkan momen ramadan ini untuk membenahi diri dan menghindari fomo pada hal-hal yang tidak perlu.