Pptialfalah.id – Ngaji Pasan adalah sebuah tradisi pengajian di pesantren yang ada setiap bulan Ramadan. Tradisi ini berasal dari istilah bahasa Jawa, yang berarti “pengajian di Bulan Ramadan”. Pelaksanaan kegiatan ini bersamaan dengan masa libur pendidikan klasikal pesantren selama ramadan. Selain diikuti oleh santri dari pesantren setempat (santri mukim), kegiatan ini juga diikuti oleh santri pasan.
Santri pasan merupakan santri dari pesantren lain yang ingin bertabaruk dan mendapatkan berkah (ngalap berkah) dari para masyayikh dengan mengaji di pesantren lain di bulan Ramadan.
Pelaksanaan ngaji pasan sendiri memiliki durasi yang berbeda, tergantung kitab yang dikaji saat itu. Namun rata-rata berakhir pada malam 17 bulan Ramadan.
Beberapa kitab yang menjadi bahan untuk Ngaji Pasan biasanya tidak terlalu tebal. Antara lain, Risalah Ahlus Sunnah Waljama’ah karya Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari, Qomi` At Tughyan, Lubabul Hadist, Tafsir Al Ibriz dan masih banyak lagi.
Tradisi Ngaji Pasan bermula dari kebutuhan untuk memfasilitasi pengajaran agama secara intensif di bulan suci. Sejak abad ke-18, pengajian ini mulai berkembang di pesantren-pesantren di Nusantara, dengan fokus pada pembacaan kitab kuning karya ulama terdahulu.
Pelaksanaan tradisi ini biasanya setelah shalat tarawih dan melibatkan santri dari berbagai pesantren yang ingin memperdalam ilmu agama mereka.
Dalam perkembangannya, pesantren-pesantren di Indonesia sudah mulai beradaptasi dengan perkembangan zaman dalam pelaksanaan ngaji pasan.
Banyak pesantren di Indonesia yang mulai mengemas tradisi ini menjadi lebih modern dengan memanfaatkan media sosial seperti instagram, youtube dan tiktok, melalui fitur live streaming yang ada di platform media sosial tersebut.
Tradisi ngaji pasan selama bulan Ramadan tidak hanya menjadi sarana untuk mendalami ilmu agama, tetapi juga berfungsi sebagai momen penting untuk menyambung sanad keilmuan antara santri dan kiai.
Para santri tidak hanya mendapatkan pengetahuan agama yang mendalam tetapi juga membentuk ikatan sosial yang kuat dalam lingkungan mereka.
Tradisi ini terus hidup dan berkembang, memberikan warna tersendiri dalam pendidikan Islam di Indonesia.