Pptialfalah.id – Ramadan memiliki banyak hal unik yang hanya ada ketika bulan penuh berkah ini datang. Salah satunya adalah tradisi membangunkan sahur dengan berkeliling sambil memukul bebunyian. Dalam sejarah Islam, orang yang melakukan tradisi ini disebut sebagai Al Musaharati.
Al Musaharati
Tradisi Musaharati mulai ada masa Dinasti Fatimiyah, tepatnya saat kepemimpinan Khalifah Al Hakim bin Amrullah. Pada bulan Ramadan, Al Hakim memerintahkan tentaranya untuk membangunkan rakyat saat sahur dengan mengetuk pintu-pintu rumah.
Di era Dinasti Abbasiyah, utamanya di kota Baghdad, tradisi Musaharti berkembang dengan menambahkan unsur seni seperti penggunaan gendang dan senandung. Di era itu, Mesir memiliki seorang Musaharati terkenal yang bertugas khusus untuk membangunkan Sultan Al Nasir Muhammad. Tugas sebagai Musaharati ini turun kepada anaknya dan menjadi pekerjaan turun-temurun.
Setelah era kekhalifahan, tradisi musaharati menyebar ke negara-negara Arab. Setiao negara memiliki ciri khas dan istilah masing-masing. Di Uni Emirat Arab misalnya, orang yang membangunkan sahur disebut dengan Abu Tbila’ah, merujuk pada penggunaan alat bantu (re: gendang) untuk membangunkan sahur. Sastrawan Mesir bahkan menggubah syair khusus untuk para musaharati, yang kemudian diberi aransemen.
Tradisi Musaharti di Indonesia
Di Indonesia, tradisi membangunkan sahur sambil berkeliling berbeda-beda pada tiap daerah. Asal-usul tradisi ini pun memiliki banyak versi, namun sudah ada sejak Islam masuk di Indonesia.
Namun, umumnya memiliki proses yang sama. Pemuda maupun anak -anak menjadi satu kelompok dan berkeliling kampung untuk membangunkan warga agar bersantap sahur. Dengan membawa bedug, kentongan, botol, dan benda perkusi lainnya, mereka akan memukul dan menyenandungkan selawat maupun puji-pujian pada Allah dan Nabi Muhammad. Istilahnya pun beragam, seperti ubrug-ubrug, percalan, bagarakan sahur, dengo-dengo, dan bedug sahur.
Beberapa daerah di Indonesia tetap mempertahankan penggunaan bedug dan kentongan untuk membangunkan sahur. Contohnya di Jawa Timur, pemuda setempat akan berkeliling sambil memukul alat music tradisional.
Musaharati di era modern
Kini, musaharati semakin jarang ditemukan akibat perkembangan teknologi semacam sirine, alarm, ataupun toa masjid. Namun, beberapa daerah masih mempertahankan dan menjaga tradisi tersebut. Lebanon, Sudan, dan Yaman adalah beberapa negara yang tetap melestarikan tradisi ini setiap bulan Ramadan.
Tradisi Musaharati di Indonesia juga mulai menghilang. Meskipun saat ini tidak seramai dulu karena tergantikan oleh sirine, toa masjid, dan alarm handphone, namun tradisi ini memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat.