Oleh: Anisa Mutmainnah
Kata santri sudah tidak asing lagi di telinga kita, di mana pun itu kapan pun itu, santri sering terucap di mulut kita. Banyak persepsi masyarakat yang pro dan kontra tentang siapa sih santri itu? Banyak yang beranggapan bahwa santri itu identik dengan keterbelakangan, penyakitan, jorok, suka mencuri dan sebutan-sebutan lain yang buruk. Akan tetapi tidak sedikit pula yang menganggap bahwa santri itu bisa segalanya, ibadahnya baik, agamanya bagus, akhlaknya masyallah, tingkat kepekaannya luar biasa, rajin, dan hal lain yang baik. Banyak sekali pertanyaan di benak sebagian masyarakat mengapa hal itu bisa terjadi? Mengapa bisa ada perspektif pro dan ada yang kontra? Mereka ada yang menyukai santri namun ada juga yang membenci santri.
Sudut pandang orang yang kontra dengan santri disebabkan adanya suatu hal buruk yang mereka terima dari santri dan itu membekas di hati mereka hingga sekarang. Maksudnya seperti apa? Misalnya, ada santri yang mencuri uang di warung tetangganya. Nah, hal seperti itu yang membuat sang tetangga menganggap bahwa “oh ternyata santri itu suka mencuri”. Walaupun tidak semua santri itu mencuri, tetapi karena ada satu santri melakukan kejahatan maka nama baik santri seluruh Indonesia seketika jelek di mata orang. Seperti pepatah bahwasanya “nila setitik rusak susu sebelangga” maksudnya adalah karena kesalahan satu santri, semua santri dianggap sama.
Persepsi lain yang pro dengan adanya santri, menganggap santri itu bisa segalanya, agamanya bagus, akhlaknya baik, ibadahnya masyallah, rasa kemanusiaannya luar biasa, apa penyebabnya? Mereka bisa berpikir bahwa santri seperti itu dikarenakan pengalaman bagus yang mereka terima. Entah menjadi orang tua yang memondokkan anaknya di pesantren, memiliki teman santri yang alhamdulillahnya anaknya baik, atau mempunyai tetangga yang santri juga. Santri yang suka menolong kepada tetangga, temannya dan yang baik kepada banyak oranglah yang menyebabkan persepsi masyarakat menjadi baik.
Santri yang baik adalah santri yang tahu apa itu santri. Maksudnya adalah dia yang tahu apa saja yang harus dilakukan sebagai seorang santri. Sebagai seorang santri, banyak hal yang harus dia lakukan, dia kerjakan, dan dia pikirkan. Mengapa begitu? Karena santri adalah harapan banyak orang di sekitarnya. Jika seorang santri pulang ke kampungnya, maka masyarakat akan menanti kehadirannya untuk membantu apapun itu. Entah untuk memimpin tahlilan, bertanya tanya tentang agama, membantu mengajar mengaji anak-anak kecil di desanya, menjadi imam di masjid, membantu masyarakat kerja bakti, dan masih banyak lagi. Dari banyak hal harapan masyarakat terhadap kita para santri, banyak hal yang harus kita perbaiki, pelajari lagi, entah itu dari segi ilmu agama kita, rasa kepekaan kita, peduli kita terhadap mereka, rasa sopan kita, dan belajar ilmu selain agama pun perlu dilakukan.
Untuk apa kita melakukan itu semua? Walaupun perbuatan manusia pada dasarnya reflektivitas dari apa yang kita peroleh, siapa yang mendidik kita, ajaran apa yang sudah kita pelajari, itu semua berpengaruh pada sikap kita terhadap orang lain. Itulah mengapa santri bisa menjadi harapan banyak orang, karena kita 24 jam di pesantren, kita mengaji, mempelajari banyak ilmu kehidupan, dididik langsung oleh para alim ulama dan yang tidak diragukan lagi keilmuannya. Sikap seperti apa yang mereka inginkan? Sikap yang mampu membuat mereka bangga terutama orang tua dan guru bahwa ternyata santri memang masyallah perilakunya. Yang mau membantu siapapun tanpa disuruh, hormat kepada orang tua, peka terhadap lingkungan dan masih banyak lagi.
Karena kata pepatah “pondok pesantren adalah miniatur kehidupan“. Itu benar adanya. Kenapa bisa begitu? Di dalam masyarakat, kita dapat melihat berbagai ragam jenis kehidupan. Seperti halnya, bagaimana kita berbagi kepada tetangga apabila kita memasak enak dan banyak. Menjumpai tetangga dengan berbagai karakter. Lalu bagaimana kita membantu tetangga apabila kesusahan. Di pondok pesantren pun begitu, kita menjumpai teman dengan berbagai karakter, kita membantu teman yang sedang kesusahan, entah itu meminjamkan uang apabila mereka belum kiriman, membantu teman yang sedang sakit walaupun di pondok pasti sudah ada bagian kesehatan. Lalu bagaimana kita bergotong royong dalam membersihkan pondok, bagaimana kita harus hormat kepada yang lebih tua, memaafkan apabila orang lain memiliki salah kepada kita juga meminta maaf apabila kita punya salah.
Lalu tanpa disadari, kita diajari bagaimana cara menghadapi berbagai banyak karakter, diajari untuk memanage uang dengan baik, ditanamkan dalam hati untuk senantiasa ingat kepada Allah SWT. Itu semua tidak ada dalam sekolah formal, dan hanya diajarkan di pondok pesantren. Kita sebagai santri yang hanya tinggal duduk manis menerima itu semua, seharusnya kita bersyukur karena tidak semua anak punya kesempatan untuk bisa mengenyam pendidikan pesantren. Ada yang karena ekonomi keluarga, atau karena tidak boleh sama orang tua atau juga karena anaknya yang tidak mau.
Lalu kita yang alhamdulillah bisa mondok dan mempelajari ilmu agama, apakah kita akan menyia-nyiakan itu semua? Tentu tidak kawan-kawan. Kita harus berjuang sekuat tenaga, berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan harapan banyak orang. Bagaimana caranya? Dengan tekun belajar di pondok pesantren, tidak melakukan hal-hal buruk yang tidak layak dilakukan oleh seorang santri. Belajar untuk menjadi pribadi yang dekat dengan Allah SWT, mengapa? Karena jika kita sudah dekat dengan Allah SWT maka akan mudah segala urusan dunia. Agat apa yang kita capai harus seimbang antara urusan dunia dan akhirat. Kalau bahasanya santri itu tirakat. Tirakat itu bentuk usaha kita untuk menghindari duniawi, walaupun tidak sepenuhnya. Misalnya kita puasa daud, puasa senin kamis, kita mengemat uang jajan, makan bersama teman teman yang lain menggunakan alas pisang, mandi ngantri, mau ambil makan pun ngantri, itu semua bentuk usaha kita agar bisa menahan hawa nafsu duniawi. Untuk apa? Demi keberlangsungan segala urusan dunia maupun akhirat.
Mungkin banyak pertanyaan di benak santri mengapa? Banyak jawaban karena yang mungkin bisa disampaikan namun ada satu hal pasti bahwa itu semua bentuk bakti kita kepada orang tua yang sudah melahirkan kita, membesarkan kita, bakti kita kepada semua para ustadz ustadzah yang dengan ikhlas mau mendidik akhlak kita agar menjadi lebih baik, bakti kita kepada para alim ulama untuk meneruskan perjuangan mereka. Karena kalau bukan para santri yang meneruskan perjuangannya, mau siapa lagi? Dan juga bentuk bakti kita kepada negara Indonesia yang menaruh banyak harapan kepada para santri. Karena negara Indonesia membutuhkan para pemimpin yang mengerti akan ilmu agama, mengerti unggah ungguh kepada yang lebih tua demi keselamatan negara Indonesia sendiri.
[…] Santri itu berdaya, santri berkarya, santri serba bisa, dan santri pondok pesantren itu hebat bermartabat, itulah yang terlintas dari pemikiran penulis mengenai santri dan dunia pesantren. Menjadi satu-satunya peran utama dari sekian drama dalam latar kehidupan kepesantrenan. Santri merupakan sebutan bagi seorang pelajar atau seorang yang menimba ilmu yang berada di ranah pesantren dan juga menjadi penopang berdirinya pondok pesantren. Didalam pondok pesantren, santri didik untuk disiplin dan mandiri. Mulai dari beribadah, mengatur waktu, dan hidup sederhana. […]