pptialfalah.id – Bergosip, menggunjing, atau sering kita sebut dengan ngerumpi, tak jarang kegiatan tersebut menjadi sebuah aktivitas sehari-hari tanpa kita sadari. Lebih jelasnya membicarakan aib atau kejelekan orang lain atau sesuatu hal yang kita tidak senangi pada orang tersebut. Bisakah kita sehari tak membicarakan kejelakan orang lain? Dan apakah perilaku tersebut sama dengan ghibah?
Ghibah merupakan sebutan orang yang membicarakan aib orang lain. Sampai-sampai kata tersebut menjadi inspirasi dalam sebuah film yang tak sedikit peminatnya. Oleh karena itu, apa sebenarnya arti dari ghibah?
Dalam Bahasa Arab kata ghibah memiliki arti sesuatu yang terhalang dari pandangan. Maksud dalam konteks tersebut ghibah merupakan perilaku membicarakan suatu keburukan atau aib orang lain dan yang menjadi korban tidak mengetahuinya. Oleh karena itu ghibah menjadi perilaku yang harus kita hindari dan kita jauhi. Bahkan ghibah sendiri menjadi larangan keras dalam Agama Islam. Hal tersebut sudah termaktub dalam Al-Qur’an maupun hadist. Ayat Al-Qur’an yang menjelaskan larangan ghibah terdapat dalam Q.S Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah prasangka, Sesungguhnya Sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah antara kamu yang menggunjing Sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
Dalam hadist juga menerangkan bahwa perilaku tersebut merupakan dosa besar bahkan dosanya lebih besar daripada dosa berbuat zina. Padahal zina sering menjadi sebutan sebagai perbuatan yang sangat dilaknat, apalagi ghibah? Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadist bahwa “Ghibah itu lebih berat dari zina. Seorang sahabat bertanya, “Bagaimana bisa?”, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa ada seseorang laki-laki yang berzina lalu bertaubat, maka Allah SWT langsung menerima taubatnya. Namun tidak pada pelaku ghibah sebelum orang yang dighibahnya mema’afkannya”, (H.R At-Thabrani).
Namun sangat sulit orang untuk menjauhi perilaku tersebut. Dengan lawan bicara yang asyik entah itu teman, sahabat dekat, atau seseorang sefrekuensi, obrolan mengenai keburukan orang lain menjadi bumbu yang sedap secara tanpa sadar.
Pemaknaan ghibah juga tercantum dalam kitab taisirul kholaq, yakni kitab kuning yang merangkum pokok pembahasan mengenai akhlak. Kitab yang merupakan karangan Syekh Hafidz Hasan al-Mas’udi menjelaskan bahwa ghibah merupakan perilaku yang membicarakan sesuatu yang tidak disukai atau yang dibenci yang ada pada dalam diri saudaranya. Entah saudaranya berada dekatnya maupun pada luar jangkauan ia membicarakannya. Entah itu membicarakan kejelekan saudaranya, baik dari segi perilaku, perbuatan, pakaian, fisik, atau kekurangan yang lainnya.
Betapa buruknya perilaku ghibah bahkan Allah SWT sudah menjelaskan larangan ghibah dalam firmannya dan Rasulullah SAW dalam suatu Riwayat hadist. Oleh karena itu seyogyanya kita membuat atau menciptakan topik pembicaraan bukan perihal kejelekan atau aib orang lain, akan tetapi lebih baik menciptakan forum obrolan yang bernuansa penuh dengan khazanah keilmuan. Selain itu hal yang paling ampuh untuk menghindari perbuatan ghibah adalah dengan kekuatan iman dalam jiwa. Barang siapa yang sudah kuat dan kokoh keimanan serta keyakinannya kepada Allah, tentu mulutnya dapat menghindari dari segala ucapan yang buruk, seperti menghibah orang lain.