Pptialfalah.id – Oktober menggelar perayaan, tepatnya di hari semua santri dirayakan. Angka 22 Oktober semakin abadi seusai presiden ketujuh Indonesia tertanda Ir. Joko Widodo memproklamirkannya sebagai Hari Santri Nasional (HSN). Tepatnya di tahun 2015, terlampau membekas perjuangan para pahlawan santri yang ikut serta dalam menggenggam kemerdekaan.
Festival al-Qur’an dengan berpegang petuah Tuhan merupakan sebuah kuasa santri untuk mendapat keberkahan. Sampai pada akhirnya kolaborasi rahmat dan doa memberi pangestu dengan leluasa. Daya upaya inilah yang ditegakkan oleh lembaga santri bernama Roudlotu Usysyaqqil Qur’an (RUQ) dalam rangka mempertajam kemampuan santri di Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al Falah Salatiga. Sebagai panggung pengasah kedekatan jalinan para santri dengan kitab suci.
Saat itu, tepatnya kertas berpeniti nomor undian 15 yang telah tersemat di dada kanan saya. Menjadi darma pada malam penuh debar-debar kelesah. Panggung sudah menanti, saya akan menjadi jamuan mata di hadapan para santri. Kiranya tersenyum, ternyata tersimpan teriakan yang menggema jauh di sudut hati.
Usut punya usut, panggung Qur’anic Fest telah tergelar selama lima tahun berlalu. Tertulis dalam sejarah pesantren pada 2020 mimbar festival ini menjadi saksi bisu pijakan kaki-kaki yang gemetar. Wajah memerah, tangan menggigil, serta suara yang teratur untuk terlihat baik-baik saja.
Revolusi Tajuk Qur’anic Fest
Tajuk Qur’anic Fest tersematkan pada pelaksanaan ajang ini pada tahun ketiga, tepatnya di bawah pimpinan Mbak Widia Malihatul Ma’wa. Yang sebelumnya hanya bernama MHQ atau Musabaqah Hifdzil Qur’an.
Deretan pimpinan festival al-Qur’an dari tahun pertama sampai tahun kelima adalah Mbak Nur Afifah, Mbak Mira Lestari, Mbak Widia Malihatul Ma’wa, Mbak Nayla Adiba Nur, dan Mbak Nabilla Karimatul Ulya.
Terlaksana tiga cabang lomba ajang Qur’anic Fest; Musabaqah Hifdzil Qur’an dengan kekuatan hafalannya, Musabaqah Syarhil Qur’an dengan tafsirnya, serta Musabaqah Tilawatil Qur’an dengan karakter merdunya.
Bertepatan dengan jejak pada mimbar itu, saya mengambil cakap. Pengeras suara sudah berada tepat di hadapan, saya mengambil alih suasana. Kali ini teriakan kaki saya terbungkam, getar-getar di tangan dibutakan, semua teralihkan pada kepalsuan. Alih-alih tersenyum, saat tafsir QS. Ali Imran ayat 79 saya kumandangkan, saya menahan gigil kedinginan yang dikirim angin malam.
Lega rasanya. Saya bergumam jauh di hati “Akhirnya kepalsuan mengambil peran.” Masih ada keringat yang memenuhi dahi, untungnya berhasil bersembunyi. Selaras dengan tujuan, potensi saya terasah. Setidaknya bertambah hanya satu langkah.
Festival al-Qur’an sebagai Tradisi
“Sebenarnya agenda ini sudah berjalan selama lima tahun. Bisa kita katakan sebuah agenda wajib tahunan kegiatan santri RUQ Al Falah,” jelas Mbak Ikhtiar Fatwa selaku salah satu koordinator panitia Qur’anic Fest tahun 2024.
Mbak Fatwa juga mengatakan bahwa perihal pelaksanaan kegiatan Qur’anic Fest tidak pasti pada Bulan Oktober, tapi terlampau dua sampai tiga tahun berlalu diadakan pada bulan di mana Hari Santri diperingati.
Qur’anic Fest oleh RUQ Al Falah menjadi wadah pengembang potensi santri dalam hubungannya dengan kajian al-Qur’an. Senang rasanya, bisa mencicipi sensasi debar-debar menggemaskan yang tak sempat bercerita.
Mengakar dalam tradisi, terdepan dalam inovasi. Begitu kiranya slogan kebanggaan milik Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al Falah Salatiga.
Kemudian saya sebut ajang ini merupakan wujud realisasi tradisi positif yang membawa keberkahan; guna senantiasa digiring dalam pagar keberkahan. Senang rasanya, bisa berpetualang dalam kepalsuan yang menggembirakan. Senang rasanya, bisa merayu Tuhan lewat doa dan kitab suci-Nya.