pptialfalah.id – Kata tawakal yang kerap mengalir dalam ilmu pesantren adalah berserah diri dengan mengulurkan tangan (doa) setelah seseorang berusaha. Masalah hidup selalu datang kepada makhluk bumi yang memiliki akal dan perasaan, yaitu manusia. Tak jarang pula, permasalahan datang dari kesalahan dan keteledoran manusia dalam mengambil sebuah tindakan atau keputusan.
Ada yang mengusahakan sesuatu mati-matian, ternyata apa yang ingin menjadi tujuan berkali-kali tidak berpihak dengan yang mengusahakan. Entah karena kurang dalam berusaha atau memang bukan rezeki seseorang tersebut untuk mendapatkan apa yang sudah menjadi rencara pribadi.
Omong-omang tentang rezeki yang tidak hilang dari kata materi, padahal nyatanya rezeki memiliki makna luas dalam aspek apapun, salah satunya dalam keadaan sehat dan bahagia. Terkadang manusia yang sudah menginjak masa dewasa akan memikirkan perihal materi agar tidak lagi membebani orang tuanya. Dalam keadaan tersebut, tidak sedikit yang ragu melangkah untuk melanjutkan studinya seperti ke jenjang yang lebih tinggi atau lebih memilih fokus mencari rezeki sebagai manusia dewasa.
Tawakal mengajarkan manusia untuk percaya kepada Allah di tengah keriuhan hidup yang dijalani. Rezeki berdalil min ḥaisu la yaḥtasib (tidak terduga-duga) dan rencana bisa saja disebut angan setelah datang takdir kekalahan dalam diri manusia.
Tidak ada masalah dalam penganggapan manusia sebagai makhluk ambisius dengan keinginannya. Tapi juga ingat, bahwa manusia tinggal di bumi milik Allah. Jadi, sudah menjadi “terserah Allah” mau memberikan takdir sepeti apa untuk makhluknya. Dengan bertawakal manusia akan lebih paham kuasa tuhannya dan mengikhlaskan usaha yang telah lalu, namun tidak sesuai target keinginan.