Pptialfalah.id – Tasawuf seringkali dikaitkan dengan pensucian jiwa, penjernihan akhlak, serta membangun dohir dan batin untuk memperolah kebahagian yang abadi. Bermula pada meninggalkan kenikmatan dunia, hingga mahabah atau cinta pada sang pencipta, menjadi kunci yang utama dalam tasawuf.
Dalam tasawuf mahabah atau cinta hanyalah esensi kecintaan hamba pada sang Khalik atau pencipta, dengan cinta, seseorang akan menjadi istimewa di sisi Penciptanya. Tanpa cinta, ia tidak lebih sekadar seorang hamba yang tidak mempunyai nilai lebih di sisi tuhannya.
Akan tetapi dalam buku ini penulis berusaha menyajikan cinta dalam kemasan yang berbeda. Penulis ingin menggambarkan bagaimana sufi juga manusia biasa yang memiliki keterkaitan rasa cinta kepada sesama hambanya.
Identitas
Judul : Layla, Seribu Malam Tanpa Mu
Pengarang : Candara Malik
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun terbit : 2017
Tebal buku 261 (halaman)
Sinopsis
Bercerita tentang perjalanan seorang laki-laki muda sebut ia Walaili Wan Nahar (Lail) yang sedang menggeluti ilmu tasawuf. Ia banyak bertemu dengan guru- guru toriqoh spiritual hingga ia diminta untuk menjadi murid abah Suradira yang masih memiliki keterkitan dengan ayah Lail.
Menjadi murid abah Suradira bukan tanpa alasan, semua yang menjadi murid Abah memiliki rahasia dibalik kisahnya. Berawal dari keinginan Sukarsa (ayah Lail) untuk memiliki anak kembar, akan tetapi takdir berkata lain. Alih-alih anak kembar tersebut menjadi seperti malam dan siang yang satu masa, tapi tidak pernah bertemu, Lailatun Nahar.
Bersama abah Suradira, Lail memiliki banyak peningkatan kapasitas ilmu tasawuf, mulai dari hakikat keimanan, kebatinan dan tentang arti kehidupan. Bahkan Lail memiliki kelebihan weroh sak durunge winaroh, tahu sebelum diberi tahu. Akan tetapi kemampuan ini justru menjadi tantangan tersendiri bagi Lail, karena ia tidak boleh menceritakan kecuali atas izin gurunya.
Seiring perjalnan hidupanya, Lail jatuh cinta kepada Nel Layla Amor, Perempuan yang pernah ia jumpai di pengajian, namanya persis sama dengan apa yang Lail khayalkan. Belum lagi Kinasih, adik angkat yang sudah hidup Bersama sejak bayi justru menjadi wanita pilihan dari orang tua Lail untuk dinikahinya.
Hanyut dalam rasa cinta, justru membuat Lail terjebak dalam pikirnya sendiri. Ia harus memilih antara Layla atau Kinasih yang lebih tepatnya ia terjebak pada perasaan cinta pada dua wanita dalam waktu yang bersamaan.
Semenjak berpisah lama dengan Kinasih, sama sekali Lail tidak mendengar kabar tentang Kinasih, hingga Lail mulai menutup hatinya untuk wanita yang dulu pernah ia cintai.
Bertahun-tahun tidak ada kabar, Kinasih pulang membawa seorang bayi dari ayah bule yang kabarnya sempat Lail tahu dari Jakarta (tempat kerja Kinasih).
Ending
Singkat cerita, setelah meninggalnya abah Suradira rahasia yang selama ini terkatup sedikit demi sedikit terungkap. Bibi Tijah (istri abah Suradira) menunjukkan foto anak kembar yang tak lain adalah Lail dan saudara kembarnya (Lailatun Nahar). Ia seperti mendapat jawaban mengapa selama ini ia berasa dirinya terbelah menjadi dua.
Sekaligus ia terkejut setelah tahu nama saudara kembarnya adalah Laila, yang memiliki kemiripan terhadap Nel Layla Amor wanita yang Lail temui di pengajian Buya Munir. Keduanya memiliki kemiripan, sama-sama tidak diketahui asalnya. Timbul pertanyaan dalam benak pikiran Lail, apakah Laila dan Layla adalah orang yang sama?
Pesan Sufisme
“Sebelum ada apa-apa, sebelum apa-apa ada, sebelum ada itu ada Allah”.
“Cinta bukan lahir dari sebuah tubuh yang akan mati pada waktunya, tapi cinta lahir dari jiwa yang memiliki bagian yang lainya”.
Suatu cerita Lail pernah mendaptkan jubah dari Maulana Syeh Hasim Al Kabani untuk dipakai sebgai lambang kesufian, tapi tak lama jubah tersebut Lail copot karena ia sadar bahwa hakikat keimanan tidak dipandang dari mereka berpakaian.
“Menjadi sufi bukan tentang bagaimana sekedar baju, namun, bahkan lebih tentang telanjang di hadapan Allah, tidak membawa apa-apa selain iman”, Abah Suradira.
Refleksi
Ringkasan yang aku cantumkan merupakan bagian kecil dari pengalaman yang ada dalam buku ini. Penulis menggambarkan pengalaman tasawuf secara sederhana dan mudah dalam memahami, tanpa mengurangi esensi dari ilmu tasawuf sendiri.
Banyak kejutan- kejuatan yang menarik dalam setiap perjalanan spiritual Lail. Harapan besar saya, sinopsis ini hanya sebagai awal dari rasa penasaran kalian tentang buku ini. Serta memiliki tekat untuk menggali pengalaman dan pengetahuan secara mendalam langsung dari bukunya.